Rabu, 31 Juli 2013
| 16:55 WIB
Anggota DPRD yang “dipaksa” mengundurkan diri karena pindah
parpol oleh berlakunya ketentuan pemberhentian anggota DPR/DPRD yang
tercantum dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik (UU Parpol) kini dapat bernapas lega. Pasalnya, MK memutuskan
aturan tersebut konstitusional bersyarat. Putusan dengan Nomor
39/PUU-XI/2013 ini dibacakan oleh Ketua MK M. Akil Mochtar dengan
didampingi oleh delapan hakim konstitusi pada Rabu (31/7) di Ruang
Sidang Pleno MK.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 16 ayat
(3) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai:
dikecualikan bagi anggota DPR atau DPRD jika: (a) partai politik yang
mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta Pemilu atau
kepengurusan partai poitik tersebut sudah tidak ada lagi, (b) anggota
DPR atau DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik
yang mencalonkannya, (c) tidak lagi terdapat calon pengganti yang
terdaftar dalam Daftar Calon Tetap dari partai yang mencalonkannya,”
urai Akil.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Ahmad
Fadilil Sumadi, merupakan hak konstitusional partai politik yang
mencalonkan anggotanya untuk menariknya menjadi anggota DPR atau DPRD
dan menjadi kewajiban pula bagi anggota partai politik yang bersangkutan
untuk berhenti dari anggota DPR atau DPRD. Dalam kerangka pemahaman
yang demikianlah, menurut Mahkamah ketentuan Pasal 16 ayat (3) UU Parpol
adalah konstitusional.
Akan tetapi, lanjut Fadlil, apabila partai politik yang mencalonkan
yang bersangkutan tidak memberhentikannya sebagai anggota partai dan
tidak juga menariknya sebagai anggota DPR atau DPRD, walaupun yang
bersangkutan telah menjadi anggota partai politik lain, tidak serta
merta berhenti pula menjadi anggota DPR atau DPRD.
“Dalam kasus yang dipersoalkan oleh para Pemohon, para Pemohon pindah
menjadi anggota partai politik lain, oleh karena partai politik yang
semula mencalonkannya sebagai anggota DPR atau DPRD tidak lagi sebagai
peserta Pemilu,” urainya.
Di beberapa daerah yang keanggotaan DPRD mayoritas diisi oleh partai
yang tidak lagi ikut dalam Pemilu tahun berikutnya, lanjut Fadlil, maka
anggota DPRD secara massal juga akan melakukan perpindahan ke partai
politik lain yang menjadi peserta pada Pemilu berikutnya. Dalam jumlah
yang signifikan, perpindahan anggota DPRD ini akan menimbulkan
permasalahan dalam penggantian anggota yang mengakibatkan DPRD tidak
akan dapat melaksanakan tugas konstitusionalnya, padahal pada tingkat
daerah, DPRD merupakan bagian penting sebagai unsur dari pemerintah
daerah bersama dengan kepala daerah.
“Kekosongan keanggotaan, apalagi dalam jumlah yang signifikan, akan
menimbulkan persoalan legitimasi dan legalitas pengambilan keputusan
sehingga mengakibatkan kepincangan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah,” paparnya.
Menurut Mahkamah, sambung Fadlil, dalam kasus demikian terdapat dua masalah konstitusional yang harus dipecahkan, yaitu
pertama, tidak berfungsinya DPRD menjalankan tugas konstitusionalnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan
kedua, terabaikannya hak konstitusional warga negara yang telah memilih para wakilnya.
“Oleh karena itu, untuk menjamin tetap tegaknya hak-hak
konstitusional tersebut, Mahkamah harus menafsirkan secara
konstitusional bersyarat tentang Pasal 16 ayat (3) UU Parpol, sehingga
tidak menimbulkan persoalan konstitusional baru sebagai akibat
terjadinya kekosongan anggota DPR dan DPRD. Berdasarkan seluruh
pertimbangan di atas maka menurut Mahkamah dalil-dalil para Pemohon
beralasan hukum untuk sebagian,” tandasnya.
Melalui putusan dari permohonan yang diajukan oleh 12 anggota DPRD
dari berbagai parpol ini, maka peraturan KPU dan implementasi UU Parpol
tidak berlaku bagi anggota DPRD yang pindah partai politik karena
partainya tidak lagi menjadi peserta pemilihan umum legislatif (pileg)
di tahun 2014, namun aturan itu berlaku bagi anggota DPRD yang pindah
parpol, sedangkan partai pengusungnya pada pileg 2009 masih menjadi
peserta di pemilu 2014. (
Lulu Anjarsari/mh)