Tidak
Gampang Jadi Caleg
Oleh : Imral Gusti, Sekjen Barisan
Anak Bangsa (BAB)
Beberapa hari belakangan ini, perbincangan soal "calon
legislatif" atau "caleg" kerap kali muncul menjadi bahan diskusi
yang menarik. Media massa pun tampak tak mau ketinggalan. Masing-masing partai
politik tampak berupaya untuk menjaring caleg-caleg nya. Tak terelakan hampir
setiap partai politik akan "menjual" nama-nama tokoh sebagai salah
satu usaha guna merebut simpati masyarakat. Muncul nya nama Politisi dan
pengurus partai yang akan menjadi Caleg Partai yang akan memperkuat partainya
masing-masing, tentu saja semakin menghangatkan suasana. Belum lagi adanya legislator
yang menggunakan gerbong partainya guna merebut posisi Wakil Rakyat nya itu.
Begitu pula dengan kader rekrutan partai politik yang siap berlaga dalam
pemilihan umum legislatif 2014 mendatang.
Proses dan mekanisme pencalegan
saat ini, tampak lebih terbuka dan memberi peluang ke setiap anak bangsa untuk
mengikuti nya. Hal ini sangat berbeda dengan masa lalu, dimana urusan
pencalegan ini seolah-olah kuasa nya partai politik. Beberapa partai politik,
malah sengaja membuat "penawaran" khusus ke orang-orang yang bukan
kader mau pun anggota partai. Akibat nya wajar, jika di beberapa daerah kita
saksikan semarak nya para pelamar yang mengadu nasib untuk menjadi anggota DPR
dan DPRD. Proses pencalegan ini tak ubah nya sebuah bursa tenaga kerja yang
diharapkan dapat memberi "lapangan pekerjaan" bagi sekian orang yang
hingga kini masih belum bermata-pencaharian. Ada sekitar 300 orang diduga bakal
mengadu nasib guna memperebutkan kursi Wakil Rakyat dalam Pemilihan Umum
Legislatif mendatang.
Bagi sebagian warga bangsa, menjadi anggota DPR dan DPRD adalah
"lapangan kerja" yang menjanjikan. Selain sebutan "yang
terhormat" melekat dalam jabatan nya, ternyata dari sisi penampilan
keseharian nya pun yang nama nya anggota DPR mau pun DPRD, terlihat cukup hebat
dan membuat orang tertarik untuk menggapai nya. Sebut saja gaji seorang anggota
DPR, yang kalau dijumlahkan seluruh nya terbilang menggiurkan per bulan. Belum
lagi mereka itu mendapat tunjangan Pejabat Negara. Kalau pun akhir nya banyak
orang yang berminat untuk jadi anggota DPR mau pun DPRD, dapat dipastikan
mereka itu lebih tergiur dengan hal-hal yang bersifat kasat mata, pragmatis dan
fisik, ketimbang dilandasi oleh idealisme selaku Wakil Rakyat.
Namun begitu, penting dicatat, sekali pun pintu masuk ke gedung
parlemen telah dibuka lebar-lebar dan memberi kesempatan yang sama terhadap
setiap anak bangsa guna meraih nya, ternyata dalam pelaksanaan nya tidaklah
segampang yang dibayangkan. Perjalanan dari Calon Legislator menjadi Legislator
sendiri, terbukti banyak luka-liku dan tantangan nya. Tiket menuju ke Gedung
DPR atau DPRD, tempat ngantornya para legislator,
tentu tidak cukup hanya dengan mendaftar di partai politik peserta Pemilihan
Umum Legislatif, tapi masih banyak lagi persyaratan-persyaratan yang harus
disiapkan. Salah satu nya adalah kemampuan financial sang caleg guna mengikuti
proses selanjutnya. Menghadapi masa sosialisasi dan kampanye, seorang caleg,
pasti harus mampu mengenalkan diri kepada para konsituen nya. Minimal, untuk
"menawarkan" diri agar dikenali, sang caleg perlu memasang baligo,
spanduk, poster dan alat-alat kampanye lain nya. Belum lagi anggaran untuk
tatap muka dan silaturahmi dengan warga masyarakat. Semua nya ini, jelas butuh
dukungan logistik yang tidak sedikit.
Dihadapkan pada kondisi yang
demikian, jelas terungkap, bagi seseorang yang tidak didukung oleh "modal
politik" yang kuat, rasa nya mereka akan "babak belur" dalam
menghadapi proses Pileg 2014 nanti. Dalam konteks kekinian, hasrat untuk
menjadi Wakil Rakyat, ternyata tidak cukup hanya dengan semangat semata, namun
juga sangat dibutuhkan ada nya dukungan anggaran yang memadai. Akibat nya,
wajar bila kemudian banyak pihak yang menolak untuk jadi caleg. Hanya, orang-orang
tertentu yang secara terbuka menolak jadi Caleg, tentu bukan dikarenakan oleh
hal-hal yang dikemukakan diatas, tapi ada hal-hal lain yang lebih esensial dan
fundamental secara politik. Tidak salah, jika kita pun memberi acungan jempol
kepada anak bangsa yang menolak jadi caleg.
Salam
Anak Bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar